
Rabu, 29 Juni 2011. 23:51 WIB
Saat ini, kebetulan saya sedang mengamati jarum jam yang berjalan maju, maju, maju dan terus maju, detik demi detik. Saya perhatikan, baru saja menghela nafas, ternyata jarum detik meninggalkan saya lima sampai enam langkah (detik) berikutnya. Benar-benar tak bisa dihentikan. Waktu tak kenal toleransi, selalu bergerak maju dan tak perduli. Celakanya, waktu membawa serta diri saya di dalamnya. Usia saya bertambah setiap detik hingga tak terasa saat ini (Rabu 29-6-2011) sudah 30 tahun lebih 18 hari.
Usia 30 tahun terasa belum berarti apa-apa. Belum terpenuhi antara kebutuhan dunia dan akhirat. Kebutuhan dunia belum terjawab, karena belum masuk kategori berpunya (kaya raya), sedangkan kebutuhan akhirat pun sama, karena sejauh ini masih banyak lupa akan kebutuhan itu. Hal sama juga mungkin Anda rasakan.
Detik menjadi menit, menjadi jam, menjadi hari, menjadi pekan, menjadi bulan, menjadi tahun, menjadi windu, menjadi dasa warsa, dan seterusnya. Hingga sekarang 3 dasa warsa dan sungguh tak terasa.
Hingga saat ini pun, waktu terus membawa kita bertambah usia. Jika belum juga ada perubahan, maka hingga tak terasa 30 tahun kemudian (usia 60 tahun), kita masih dalam kondisi yang sama. Miskin di dunia, dan kemungkinan miskin di akhirat, karena sering lupa kedua kebutuhan tersebut. Yang paling mengkhawatirkan adalah perubahan belum terjadi saat ajal menjemput.
Ada pengakuan nurani yang menyatakan bahwa saya salah, yang benar adalah melakukan A, yang benar adalah melakukan B. Tetapi kebenaran tidak juga terwujud, karena kaki, tangan, hati dan seluruh tubuh berat untuk dilangkahkan. Pikiran negatif masih saja menarik-narik tubuh agar melakukan titahnya. Harusnya, pikiran positif yang menarik-narik tubuh agar melakukan titahnya dan kita ikut bersama (pikiran positif) itu.
Sejak saat ini, ketika Anda membaca tulisan ini pada siang, ketika Anda membaca tulisan ini malam, sore, pagi, dan waktu mana pun. Mulai bertekad melakukan perubahan dengan mengambil keputusan tegas, meskipun yang diputuskan adalah yang dibanggakan sebelumnya, seperti nongkrong tak karuan, berleha-leha, bermalas-malas, tak bertanggung jawab, dll).
Jika masih miskin, mulailah merancang hidup untuk 5 atau 10 tahun ke depan. Upayakan kita tahu apa yang akan terjadi pada diri kita dalam tahun yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya 5 tahun kedepan saya harus menjadi pesepakbola handal, maka sejak saat ini melakukan proses belajar, mencintai latihan, karena seorang Lionel Messi juga tidak begitu saja menjadi pemain terbaik dunia tanpa melakukan proses belajar terlebih dahulu. Yakin bahwa jika terus dilatih, apapun kemampuan yang diinginkan, pasti akan menjadi mahir.
Jika Anda musisi dan kagum terhadap permainan Joe Satriani, the best guitar in the world, bahkan ingin memainkan gitar seperti Joe memainkannya. Sangat bisa! Caranya, cari tahu, berapa kali dalam sehari Joe melatih jari-jarinya, sehingga reflek dan sinkron dengan keinginan hati dan pikiran. Setelah tahu, maka lakukan proses latihan yang dilakukan Joe. Jika memiliki keinginan saja tanpa melakukan proses latihan, is bullshit.!
Begitupun jika ingin berwirausaha mandiri. Jika hanya memiliki keinginan tanpa memetik ide, is bullshit. Jika kekurangan modal menjadi alasan, maka modal itu tidak akan pernah ada jika tak dimulai. Jika modal sudah ada, tetapi khawatir gagal, maka sesungguhnya dia telah gagal, karena ketika disimpan pun (tidak digunakan bisnis), modal itu akan habis dengan sendirinya dimakan waktu, karena memenuhi kebutuhan hidup yang disadari atau tidak. Coba dimulai saja, karena kemungkinan berhasil sukses juga sangat besar, karena ternyata, sangat banyak juga orang yang mulai berwirausaha berhasil dengan awal modal yang sedikit.
Intinya, hanya sekadar mendapat ide saja juga is bulshit, apabila tidak berani mengambil keputusan untuk mulai melakukan. Sering kali takut gagal menghambat terlaksananya sebuah ide yang akhirnya kegagalan pun terjadi, karena keinginan berwirausaha tidak berwujud. Padahal, kendati pun gagal, kegagalan akan menjadi obat sehingga ke depan bisa lebih matang.
Kegagalan menjadi biasa ketika kita memandang kegagalan seperti jatuh dari atas sepeda saat awal belajar, atau batita terjatuh saat belajar berdiri. Semuanya hanya proses, karena setelah lama dilakukan, akan menjadi piawai.
Waktu sudah jauh meninggalkan kelemahan kita, karena takut gagal saat memulai langkah perdana. Celakanya, waktu masih membawa serta usia kita semakin bertambah dan bertambah tua, dalam kondisi masih belum ada perubahan apa pun.
Jangan sekali-kali kita termasuk orang yang bangga dibawa waktu dalam kondisi yang sama dan tanpa perubahan positif dalam setiap jejaknya.
Teringat dengan Firman Allah SWT, dalam surah ke- 103 Al-‘Asr. Meskipun hanya 3 ayat, tetapi memberikan pelajaran yang berharaga, betapa pentingnya waktu.
“Demi masa.”
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.”
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
Ini artinya bahwa begitu waktu sangat penting, sehingga Allah pun berjanji dengan membawa waktu. Bahwa manusia (saya dan Anda) sangat mendapatkan kerugian (miskin dunia dan akhirat), terkecuali melakukan perubahan diri dengan melaksanakan kegiatan positif (bukan sebatas keinginan dan ide), seperti bekerja untuk kesuksesan dunia dan kesuksesan akhirat (menjalankan perintah Allah SWT).
Kemudian Allah juga berjanji demi waktu bahwa kerugian itu akan datang kepada mereka yang tidak saling nasihat dan menasihati (belajar dan mengajarkan) untuk tetap dalam kondisi sabar (ketika melakukan amal saleh) itu.
Jika Allah yang sudah berjanji, maka kerugian bagi orang yang tidak melaksanakan amal saleh dan saling nasihat-menasihati dalam menetapi kesabaran, pasti benar-benar terjadi.
Maka apa lagi yang membuat kita menunggu untuk melakukan perubahan itu, karena waktu saja setiap detik berubah lebih maju.!